Asea Brown Boveri
Essay by Muhamaderwin • July 20, 2016 • Case Study • 1,617 Words (7 Pages) • 1,658 Views
- LATAR BELAKANG
Asea Brown Boveri (ABB) merupakan perusahaan hasil merger dua industri peralatan elektroteknikal raksasa di Eropa. Pada tanggal 10 Agustus 1987 dilakukan sebuah konferensi pers di Stockholm dan Baden, Switzerland, dimana enam minggu sebelumnya dilakukan negosiasi yang sangat rahasia dan rapat spesial direksi di Vasteras, Sweden dan Zurich, Switzerland. Sebanyak 65.000 karyawan Asea akan digabungkan dengan 85.000 karyawan BBC untuk menciptakan 850 perusahaan yang terpisah secara hukum yang beroperasi pada 140 negara. Pada tahun 1988, tahun pertama kombinasi operasi, laba sebelum pajak perusahaan tersebut mencapai US$ 536 juta dari penjualan US$ 17,8 miliyar. CEO Asea, Percy Bernevik diangkat sebagai CEO ABB dan Thomas Gasser sebagai wakil CEO. Pengumuman merger kedua perusahaan ini disambut dengan pertimbangan optimis kenaikan saham BBC di Zurich sebesar 10% dan saham Asea sebesar 15% di Stockholm.
ABB memulai operasinya pada tanggal 1 Januari 1988 dengan persiapan hanya 4 1/2 bulan. Seminggu setelah pengumuman merger, Barnevik memilih lima manajer inti dari setiap perusahaan untuk membentuk sebuah kelompok kerja yang terdiri dari sepuluh orang level puncak. Dalam dua bulan, fitur pokok organisasi tersebut telah disepakati. Sebuah struktur matrix baru yang menjelaskan 40 area bisnis, dikelompokkan ke dalam segmen bisnis pada satu sisi dan diintegrasikan dalam basis nasional melalui perusahaan-perusahaan lokal di sisi lain. Di akhir bulan Oktober, Barnevik mengumumkan bahwa dia ingin melakukan kegiatan operasional untuk natal dan itu berarti pengisian ribuan posisi manajer inti. Untuk meyakinkan proses ini dirasa adil, dia memiliki personel direksi dari Asea dan BBC untuk melakukan wawancara silang dan membuat rekomendasi di hampir 500 manajer level senior dari dua perusahaan tersebut. Sebagai bagian dalam proses, Thomas Gasser dan Percy Barnevik secara personal melakukan wawancara terhadap 100 manajer inti masing-masing. Kriteria yang dipilih untuk pekerjaan puncak yaitu mereka yang mau menjadi para pengambil resiko, pemain tim, pemimpin, dan motivator.
Pada bulan Januari 1988, diadakan rapat 300 manajer puncak ABB di Cannes untuk dijelaskan filosofi manajemen, kebijakan operasional, dan membentuk target perusahaan. Selama tiga hari, agenda organisasi terbentuk, mengilustrasikan konsep dan prioritas dengan data yang terkandung dalam 198 transparansi pokok. Barnevik juga menekankan pentingnya alkitab kebijakan terdiri dari 21 halaman buku kecil yang menggambarkan hubungan organisasi baru, komitmen untuk desentralisasi dan akuntabilitas yang ketat, serta pendekatan perusahaan untuk berubah. Dia meminta 300 manajer untuk menyanpaikan pesan ini ke dalam bahasa lokal mereka dan mengadakan forum interaktif dengan organisasi mereka sehingga pesan tersebut dapat tersampaikan kepada 30.000 anggota ABB di seluruh dunia dalam waktu 60 hari
Sistem pelaporan yang seragam untuk keakuratan dan ketepatan waktu informasi tentang penjualan, pemesanan, keuntungan, dan data vital lain yang berguna bagi pembuatan keputusan, direncanakan untuk didesain dan diimplementasikan dalam waktu satu tahun oleh Barnevik dan tim pengembangan. Sistem tersebut dijuluki Abacus. Setelah menganalisa biaya manufaktur di semua pasar, tim dari manajer area bisnis memulai diskusi tentang bagaimana meningkatkan skala dan lingkup ekonomi dengan mendesain pabrik dengan produk utama di dunia.
ABB melakukan joint venture atau mengakuisisi 40 perusahaan dalam waktu 18 bulan setelah pengumuman merger. Beberapa di antaranya yaitu pengakuisisian bisnis turbin uap AEG di Jerman, joint venture reaktor nuklir bersama Siemens, penandatanganan perjanjian joint venture dengan Finmeccanica di Italia, persekutuan untuk mengakuisisi BREL pendiri British Rail Engineering Limited, dan bekerja sama dengan Rolls Royce. Pada awal tahun 1989, Barnevik mulai beralih pada pangsa pasar Amerika, bernegosiasi untuk mengakuisisi bisnis distribusi daya dan transmisi Westinghouse sebaik saat dengan perusahaan publik Combustion Engineering. Hasilnya, pada tahun 1990 seiring berhasilnya pengakuisisian kedua perusahaan tersebut, ABB mempekerjakan 215.000 karyawan di 1.300 anak perusahaan di seluruh dunia dan menghasilkan pendapatan sebesar US$ 27 miliyar. Hal tersebut memicu reaksi dari industri terkait untuk melakukan pembentukan ulang dari industri elektrik di Eropa seperti GEC yang membentuk joint venture dengan perusahaan Perancis Alsthom-Jeumont dan berhasil menjadi perusahaan peralatan kedua terbesar setelah ABB, menggeser perusahaan Siemens milik Jerman menjadi turun ke posisi ketiga.
- ANALISA INDUSTRI PERALATAN LISTRIK
- The industry competitors
Persaingan dalam industri ini cukup ketat terutama jika dilihat dari sudut pandang global. Setiap pesaing berusaha untuk membuat produknya terlihat berbeda dari produk pesaing lainnya meskipun pada dasarnya memiliki fungsi atau manfaat yang sama. Dalam industri ini, perusahaan dituntut menanamkan modalnya dalam bentuk aktiva tetap seperti pabrik dan mesin-mesin produksi, sehingga perusahaan pun harus menanggung fixed cost yang cukup besar. Untuk keluar dari industri ini tergolong cukup sulit karena modal yang tertanam dalam industri ini cukup besar.
- The bargaining power of customers
Dalam industri ini, pelanggan memiliki bargaining power yang cukup besar. Hal ini terlihat dari adanya perang harga yang dilakukan oleh para produsen untuk menarik para pelanggan (case 4 ABB). Adanya perang harga menunjukkan bahwa pelanggan memiliki kebebasan dalam menetntukan produk mana yang akan dibelinya.
- The bargaining power of supplier
Supplier dalam industri ini memiliki bargaining power yang cukup besar. Jumlah produsen dari bahan baku produksi yang terbatas membuat mereka mempunyai kekuatan untuk melakukan tawar menawar.
- Threat from substitutes
Barang substitusi untuk peralatan listrik adalah peralatan-peralatan yang tidak menggunakan tenaga listrik, seperti blender yang dapat disubstitusi dengan ulekan cabe (dalam hal menghaluskan bumbu) . Tenaga manusia juga dapat menjadi substitusi dari peralatan listrik, misalnya mesin cuci dapat digantikan dengan menggunakan buruh cuci pakaian. Walaupun memiliki barang substitusi, hal tersebut tidak terlalu berpengaruh signifikan, karena peralatan listrik dianggap masih jauh lebih efektif dan efisien dibandingan barang substitusinya
- The threat of new entrants
Industri peralatan listrik memiliki barriers to entry yang tergolong tinggi. Dalam industri ini, perusahaan dituntut untuk selalu melakukan inovasi agar produknya dapat bersaing dipasaran. Selain itu, untuk melakukan kegiatan produksi dibutuhkan teknologi dan peralatan yang sifatnya cukup kompleks. Oleh sebab itu, untuk dapat masuk dan bersaing dalam industri ini dibutuhkan modal yang cukup besar.
- ANALISA STRUKTUR ORGANISASI
Asea Brown Boveri (ABB) merupakan perusahaan peralatan listrik terbesar didunia. Dengan ukurannya yang sangat besar maka struktur dalam perusahaan tersebut juga tentu saja lebih kompleks dari perusahaan lain. Dalam mengelola ABB, Barvenik menggunakan prinsip-prinsip penyelenggaraan desentralisasi dan akuntabilitas sebagai dasar untuk visi strategis tentang menjadi pesaing kelas dunia yang dibangun diatas perusahaan nasioaal yang kuat. Dengan menerapkan sistem desentralisasi memungkinkan ABB untuk dapat merespon perubahan secara lebih cepat. Selain itu, desentralisasi juga menggambarkan adanya pemberian tanggung jawab dan wewenang. Untuk perusahaan yang beroperasi dibanyak negara, desentralisasi memberikan kemudahan dalam melakukan penyesuaian terhadap kondisi negara tempat ia beroperasi.
...
...