State Foreign Exchange, Indonesia
Essay by hasami_harahap • October 24, 2016 • Thesis • 18,272 Words (74 Pages) • 1,085 Views
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam rangka menghimpun devisa negara, Indonesia terlibat secara aktif pada aktivitas perdagangan internasional terutama dengan menggiatkan ekspor impornya. Pada tahun 1970-an, devisa utama bersumber pada sektor minyak bumi dan gas alam. Ketika itu, kebijaksanaan dalam sektor nona migas lebih dipusatkan kepada peningkatan produksi dan subtitusi impor. Hal tersebut berubah ketika harga minyak mengalami kemerosotan yang besar sejak tahun 1980. Untuk dapat mempertahankan tingkat ekspor dan laju pertumbuhan perekonomian negara, maka kemerosotan hasil devisa dari sektor migas perlu diimbangi dengan peningkatan ekspor non migas. Ketergantungan terhadap ekspor migas sebagai sektor andalan tunggal dalam aktivitas ekspor ternyata kurang menguntungkan untuk jangka waktu yang panjang.
Tahun 1980-an merupakan awal dari upaya nasional ke arah pengembangan ekspor non migas. Kebijaksanaan pemerintah sejak awal 1980-an mulai dirumuskan untuk menunjang upaya peningkatan daya saing Indonesia terhadap dunia internasional. Kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi merupakan upaya kunci untuk menerapkan efisiensi dalam perekonomian Indonesia secara menyeluruh (Kartadjoemena, 2002).
Keterlibatan Indonesia dalam keanggotaan organisasi perdagangan dunia yaitu WTO menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan aktivitas ekspor nonmigas. WTO merupakan forum internasional yang berfungsi mengatur dan menfasilitasi perdagangan di dunia. Dalam sistem perdagangan dunia yang terbuka, yang membatasi para importir untuk melakukan impor adalah ditetapkannya tarif bea masuk impor. Setiap negara memiliki kepentingan yang berbeda-beda dalam menetapkan tarif bea masuk impor tersebut. Ada negara yang menetapkan tarif impor yang cukup tinggi untuk jenis-jenis produk yang mampu dihasilkan di dalam negeri, namun di sisi lain menetapkan tarif impor yang relatif lebih rendah untuk produk-produk yang tidak terdapat atau tidak diproduksi di negara tersebut. Padahal, dalam prinsip perdagangan terbuka seharusnya tidak terdapat lagi batasan untuk melakukan perdagangan antara suatu negara dengan negara lainnya, atau dengan kata lain tarif bea masuk impor adalah 0 persen. Namun hal ini masih sulit untuk diimplementasikan secara sepenuhnya untuk semua komoditas ekspor, terutama untuk komoditas pertanian.
Peningkatan ekspor non migas bagi negara Indonesia merupakan tujuan penting agar dapat mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi untuk menunjang program pembangunan nasional. Dalam perdagangan dunia, yang paling utama adalah kemampuan akses ke pasar internasional. Untuk itu, Indonesia berupaya melalui perundingan-perundingan internasional mengenai market access untuk menurunkan tarif bea masuk impor. Indonesia berkepentingan agar sistem internasional tidak mengarah menjadi lebih restriktif, terutama untuk komoditas hasil pertanian dan agribisnis karena hanya pada sektor tersebut Indonesia memiliki keunggulan yang dapat bersaing dengan negara lain.
Kebijakan dalam negeri untuk perdagangan internasional diatur dengan menetapkan pajak ekspor kepada eksportir. Kebijakan pajak ekspor ini merupakan pendapatan bagi pemerintah, namun bukan berarti pemerintah dapat menetapkan tarif pajak ekspor yang tinggi karena hal ini akan menurunkan daya tarik pengusaha domestik untuk melakukan ekspor. Kebijakan penetapan tarif ekspor tersebut disesuaikan dengan berbagai kepentingan di dalam negeri, termasuk mempertimbangkan apakah kebutuhan di dalam negeri telah mencukupi atau apakah ada bidang industri yang sedang berkembang di dalam negeri membutuhkan produk tersebut sebagai bahan baku atau bahan pembantu.
Meskipun pertumbuhan industri dalam negeri cukup tinggi, namun belum banyak produk hasil industri tersebut yang berhasil menembus pasar internasional. Ekspor Indonesia ke luar negeri lebih banyak berupa bahan mentah (raw material) sehingga marjin keuntungan yang diperoleh dari penjualan tersebut tidak terlalu tinggi. Di sisi lain, berbagai permasalahan di dalam negeri menyebabkan beberapa jenis komoditas eskpor asal Indonesia ditolak untuk masuk negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika serikat; misalnya kasus penggundulan hutan akibat penebangan liar yang terjadi di Indonesia menyebabkan kayu Indonesia ditolak masuk ke pasar Amerika, demikian pula dengan kasus perkebunan kopi yang disebut-sebut telah menggunakan pekerja anak-anak yang dianggap telah melanggar peraturan Hak-Hak Asasi Manusia karena tugas anak-anak adalah bersekolah bukan bekerja. Isu-isu seperti ini yang menyebabkan Indonesia mengalami kesulitan untuk menjual produk-produk hasil pertanian dan agribisnis ke luar negeri, di samping permasalahan tarif bea masuk impor.
Selain permasalahan yang muncul pada skala dunia, permasalahan perdagangan juga ada pada skala regional yang diatur melalui kesepakatan APEC dan AFTA. Krisis Asia yang bermula sejak pertengahan tahun 1997 yang lalu telah membuat para pengambil keputusan dan pakar untuk meninjau kembali kerangka perdagangan bebas Asia yang dirumuskan dalam kesepakatan-kesepakatan APEC dan AFTA. Krisis ini terbukti telah menyebabkan tertundanya berbagai pembicaraan mengenai perdagangan bebas dan operasionalnya. Peninjauan kembali oleh para pengambil keputusan lebih cenderung ke arah restrukturisasi dari perekonomian negara dibandingkan mempersoalkan kesepakatan yang sudah dicapai. Hal ini berarti bahwa perdagangan bebas yang mengarah pada pasar bebas (regional) sudah dapat diterima sebagai fenomena masa kini yang terus berkembang ke arah integrasi pasar dunia.
1.2 Perumusan Masalah
Perdagangan dunia yang bebas dan terbuka seperti yang dicita-citakan oleh negara-negara yang tergabung dalam keanggotaan WTO merupaan isu penting bagi negara Indonesia dalam merumuskan kebijakan di dalam negeri sehubungan dengan penetapan tarif ekspor dan impor khususnya untuk produk-produk hasil pertanian. Berikut ini terdapat beberapa permasalahan yang akan dibahas pada makalah ini, yaitu:
- Apa saja produk hasil pertanian/agribisnis yang menjadi unggulan ekspor Indonesia?
- Apa saja produk hasil pertanian/agribisnis yang paling banyak diimpor oleh Indonesia?
- Bagaimana kebijakan penetapan tarif ekspor dan impor yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia, dan bagaimana bila ketetapan tersebut dibandingkan dengan peraturan mengenai tarif yang ditetapkan oleh WTO dan negara-negara lainnya?
- Bagaimana seharusnya penetapan tarif ekspor dan impor di Indonesia untuk bidang pertanian agar tetap menghasilkan devisa bagi negara dan tetap melindungi para petani produsen serta industri di dalam negeri agar tetap berproduksi?
1.3. Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk meninjau kebijakan penetapan tarif ekspor dan impor untuk produk hasil pertanian dan agribisnis yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. Kebijakan-kebijakan tersebut perlu dibandingkan dengan peraturan perdagangan internasional, baik yang disepakati pada WTO dan juga pada tingkat ASEAN, karena Indonesia termasuk sebagai anggota dari organisasi tersebut. Penulisan makalah ini juga akan melihat implementasi kebijakan ekspor impor yang ditetapkan di berbagai negara agar dapat mengamati lebih jauh bagaimana seharusnya kebijakan ekspor impor yang diterapkan di Indonesia agar mampu bersaing pada era perdagangan terbuka ini.
...
...